Malam itu, Duvid si pemuda tampan dan lugu sedang duduk termangu di kursi meja belajar di kamarnya dengan memainkan sebuah pensil yang usai ia gunakan untuk melukis sebuah wajah perempuan yang tidak bagus-bagus amat kalau dilihat. Ia memang tidak pandai melukis. Sebenarnya ia berniat melukis wajah seseorang yang ia kagumi di sekolahnya. Tak lama ketika ia sedang memandangi lukisan yang tak seberapa itu, ibunya masuk tanpa bilang-bilang karena pintu kamar Duvid
tak ditutup. “Hayohh lho… Bukannya belajar malah gambar-gambar muka cewek…”, ibunya menyeletup dengan nada mengejek. “Waduh… Ibu…!!, bikin kaget aja…!” sahut Duvid keget sambil menutupi gambarannya tadi. “Hemhh, mending-mending gambarnya bagus, nah ini apaan… kan kasian kalau cewek itu aslinya cantik, malah jadi jelek gara-gara gambaran kamu..”, ejekan ibunya lagi sambil tertawa mengejek. “Ah… apaan si bu..?, ini tu cuma gambar-gambar iseng, gak ada kerjaan sih..” alasan Duvid dengan nada canggung dan wajah malu-malu. Akhirnya ibunya langsung menuju ke ruang keluarga untuk melanjutkan nonton TV dengan ayahnya.
Pagi hari, saat hendak berangkat ke sekolah, Duvid menunggu sahabatnya datang untuk berangkat bareng dari rumahnya. Tak lama temannya datang dengan motornya. “Lho, zal. kamu bawa motor sendiri?”, tanya Duvid pada sahabatnya, Rizal. “Yoi bro.. bapakku lagi gak ngajar hari ini, jadi, motor bebas tak pake lah… udah.. bawa motor aku aja, vid. Sekali-kali kamu kek yang nebeng.. hehe..”, jawab Rizal dengan logat medok Jawa. “Hemmm, oke kalau gitu, zal. Ayo kita come on…!”, jawab Duvid sambil naik ke motor tua antik yang dibawa oleh Rizal.
“Brumm.. brummm..”, mereka masuk gerbang sekolah dengan bergaya seolah paling nyentrik. Tak lama kemudian, terasa ada angin-angin sejuk yang dirasakan Duvid ketika menuju parkiran sekolah. “Zal, menurut kamu kalau aku pacaran sama si Arin gimana ya..?” sambil melongo melihat ke arah gadis yang sedang jalan berdua lewat depan parkiran. “Hu…, kamu tu kesambet apa gimana sih vid?, kenalan aja kagak berani, malah ngimpi pacaran sama dia..”, sahut Rizal. “Tapi kamu jangan bilang siapa-siapa ya, zal kalau aku tu udah lama suka sama Arin..!”, kata Duvid sedikit mengancam. “Huh… ngapain juga bilang-bilang, orang-orang juga gak bakalan percaya lah. Cowok lugu kayak kamu gini bisa suka sama cewek yang terkenal kayak dia..”, ejek Rizal. “Sialan!, gini-gini aku juga normal loh, Zal..!” kata Duvid sambil menepuk punggung Rizal dan sambil jalan menujun kelas.
Di kelas, Duvid kerjaanya melamun saja seperti kisah di tv-tv. Di benaknya, ia ingin sekali berkenalan dan PDKT dengan Arin, adik kelas yang duduk di kelas 11 IPA. Ia membayangkan kalau Arin suatu saat akan menjadi pacarnya. Namun lamunannya itu dihancurkan oleh guru Fisikanya yang menyuruhnya mengerjakan soal di depan. “Kapok lo,vid. Bisa gak kamu ngerjain tu soal?” tanya Rizal yang duduk di sebelah bangkunya sambil tertawa. “Aduh.. mampus dah…!, gimana nih zal?, aku sama sekali gak nyimak apa yang Bu Rustin terangin..”, kata Duvid bingung. “Kamu sih, ngelamun melulu dari tadi.. hahaha” ejek Rizal.
Akhirnya Duvid pun maju ke depan dengan PDnya mengambil spidol lalu berdiri menghadap papan tulis. “Ayo kerjakan Duvid , kok malah diam di tempat?” kata Bu Rustin. “Teeeet…teeet..”, ternyata bel istirahat berbunyi. “Yah… ya sudah kalau begitu, karena jamnya sudah habis, ini untuk tugas kalian, Duvid silahkan duduk.” kata Bu Rustin sambil tertawa jengkel. “Akhirnya…”, kata Duvid lega. Akhirnya Duvid aman dari soal yang memusingkan itu tadi.
Saat istirahat, Duvid berniat untuk mengajak Arin berkenalan, walaupun Duvid sudah tau dan kenal Arin dari orang-orang. Di kantin, Duvid membeli minuman soft drink dua buah, tadinya ia ingin mendatangi Arin yang sedang membaca buku di bawah pohon sendirian. Ketika ia hampir sampai, Rizal datang sambil merangkul Radit dan menarik sebotol minuman dari tangannya. “Makasih ya bro.., baik banget deh sobatku ini..”, kata Rizal. “Sial, gagal deh rencana Romeo untuk mendekati Juliet!” dalam hati Duvid. “Iya… sama-sama zal..” kata Duvid sedikit kesal. Mereka duduk di samping lapangan basket yang jaraknya sekitar sepuluh meter dari tempat dimana Arin duduk. “Kira-kira Arin tu udah punya cowok belum ya zal?” tanya Duvid dengan sajak berbisik. “Yaelahhh… kamu masih mikirin itu vid?” kata Rizal. “Yah… cuma kepikiran aja, zal” jawab Duvid santai. “Kamu tu suka sama dia ya?” tanya Rizal. “Maybe bro.., Eh.., hehe” jawab Duvid dengan malu-malu. “Emangnya sejak kapan kamu ngerasa suka sama dia..?” tanya Rizal. “Sebenernya dari kita kelas sebelas dulu zal” jawab Duvid “Ha? gila lu bro.., selama itu kamu mendem perasaan kamu,vid?” tanya Rizal kaget. “Yah… abis mau gimana zal?. Aku orangnya gak PDan, zal. Terus, dulu dia tu udah punya cowok kakak kelas kita bintang basket lagi, gimana kagak minder aku zal?” keluh Duvid “Ya udah bro… sekarang kamu cepet-cepet ajak dia kenalan, PDKT, terus kamu tembak deh dia.., jangan kelamaan, keburu jamuran tuh apa yang udah kamu pendam selama itu!. Soalnya setau aku, dia tuh jomblo loh..” kata Rizal memotivasi Duvid “Kamu pikir segampang itu..?” kata Duvid sedikit ngotot. “Heh, bro.., kalau kita selalu berpikir sulit, semua pasti terasa sulit!, makannya kita harus positive thinking bro..!” sambar Rizal. “Oke, nanti pulang sekolah aku pengen deketin dia, aku ajakin dia ngobrol, aku PDKT sama dia, terus aku dorrrr dia. hehehe” kata Duvid sedikit lantang. “Nah… bocah lugu bisa juga ya ngomongnya lantang gitu..?” ledek Rizal sambil tertawa.
“Teeeeet… Teeeeet… Teeeeet… Teeeeet..”, bel pulang berbunyi. Duvid mulai beranjak dari bangku kesayangannya menuju keluar kelas. Ia menoleh ke kanan dan kiri, memperhatikan apakah ada wanita dambaannya yang akan ia ajak kenalan dan ngobrol-ngobrol supaya lebih dekat lagi. Duvid berlari ke gerbang depan, ia tidak melihat ada sosok Arin. Berlari ke gerbang samping, juga hasilnya nihil. Akhirnya ia berjalan ke parkiran, menuju ke tempat Rizal memarkirkan motornya. Di sebuah sudut, di belakang Lab Bahasa dekat parkiran yang sedang ia tuju, terlihat kepahitan yang tidak ia harapkan sama sekali. Ternyata,Arin, sosok wanita yang ia idam-idamkan sejak lama, yang ia anggap sosok wanita yang menjaga diri dan polos, ternyata sedang bercengkrama mesra dan tertawa riang dengan laki-laki sebayanya yang memakai seragam bukan berasal dari sekolahnya. Duvid tak habis fikir, Duvid menunduk dan berjalan balik arah. Ia gemetar dan lemas tak berdaya, menyesali apa yang ia lakukan, dengan memendam perasaan begitu lamanya, ia merasa bodoh dan kesal pada sikapnya sendiri. Dan akhir dari rencananya gagal lagi.
Datang lah Rizal merangkul Duvid “Aku tau gimana perasaan kamu sob. Aku juga baru tau, kalau ternyata itu pacarnya Arin Sabar ya vid. Masih ada cewek lain yang lebih baik untuk sahabatku ini..” kata Rizal menguatkan Duvid “Iya, zal. Ini kebodohanku yang selama ini aku pelihara. Seharusnya aku dari dulu berani untuk mengungkapkan semua, sebelum keduluan orang lain..” kata Duvid lemas sambil tersenyum tegar. Ia tak bisa menyalahkan siapapun. Hatinya hancur pun bukan kesalahan wanita yang ia kagumi itu. Tapi, itu adalah kesalahan dan kebodohannya sendiri yang memendam perasaan terlalu lama.
THE END
THE END
maaf sobb , pemulaa
jangan lupa tulis saran/kritikan di coment yaaa
@Duvid_IC48
jangan lupa tulis saran/kritikan di coment yaaa
@Duvid_IC48
Wkwkwkwkw curhat :v
BalasHapushaha iyee broo
Hapus